Rabu, 19 Mei 2021

HASIL HUTAN BUKAN KAYU SOLUSI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

 

HASIL HUTAN BUKAN KAYU SOLUSI PENINGKATAN KESEJATERAAN MASYARAKAT

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.

Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai sumber pendapatan utama.

 Peluang usaha HHBK Sudah sejak lama masyarakat sekitar hutan menggantungkan hidupnya dari hasil hutan, belakangan sejak masuknya investasi untuk mengeksploitasi kawasan hutan khususnya kayu (sudah dekade keempat) masyarakat seakan terbius dan lupa bahwa hutan ternyata tidak hanya kayu saja namun banyak yang nir kayu dapat dimanfaatkan dan memiliki pangsa pasar yang bagus. Untuk dapat mengelola Sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan umat manusia. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan). Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pengelolaan pemanfaatan HHBK) tercantum pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, yaitu pasal 26 (pemungutan HHBK pada hutan lindung), pasal 23 dan 26 (pemanfataan HHBK pada hutan produksi). Demikian juga halnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, upaya optimalisasi HHBK juga terdapat pada pasal 28 (Pemungutan HHBK pada Hutan Lindung), pasal 43 dan 44 (Pemanfaatan HHBK dalam hutan alam dan tanaman pada hutan produksi). Pemerintah melalui Departemen Kehutanan telah menyusun strategi

 










 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 


Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional yang bertujuan untuk Menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternatif sumber pangan, sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan dan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendukung kebijakan nasional dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi HHBK serta tersedianya acuan mulai dari perencanaan sampai pasca panen bagi pelaku usaha, para pihak dan masyarakat luas dalam pengembangan HHBK; Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara.

15 Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati atau menurut FAO (2000) adalah barang (goods) yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1.      Kelompok Hasil Tumbuhan dan Tanaman a. Kelompok Resin : seperti Damar, Kopal, Resin Gaharu, Resin Kemenyan, Kapur barus, Gondorukem, dll. b. Kelompok Minyak Atsiri : Minyak Akar wangi, m.gandapura, m.cendana, m.eukaliptus, m.gaharu, m.kamper, m. Keruing, m. Terpentin, dll. c. Kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan : Minyak Kemiri, m. Ketapang, m. Nyatoh, m. Tengkawang, m. Nyamplung, Tepung Sagu, Gula Nipah, Gula Aren, Tepung Gadung, Tepung Suweg, Rebung, Buah Kolang Kaling, b.cempedak, Durian, duku, langsat, jengkol, lengkeng, petai, kecapi, dll. d. Kelompok tannin, bahan pewarna dan getah : Tannin Nyirih, tn.ketapang, tn. Rizophora, tn. Gambir, tn. Bruguiera, Pewarna Angsana, pw. Coklat kemerahan (Belian), pw.kuning emas (pinang), Getah Jelutung, gt.perca, gt. Pulai, gt. Ketiau, gt.karet Hutan dll. e. Kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias : Akar Kering olahan (Akar Kuning), Ekstrak getah api-api, Ekstrak batang Brotowali, Ektrak daun Kayu Putih, Akstrak Pasak Bumi, Anggrek, Pakis, Cemara, Kantong Semar, dll. f. Kelompok palma dan bambu : Rotan Manau, R. Semambu, R. Tohiti, R.Lilin, R. Pulut, R. Sega, R. Uwi tikus, Bambu Apus, B. Batu, B. Petung, B. Siam, B. Duri, Nibung, dll. g. Alkaloid : Ekstrak pepagan Kina h. Kelompok lainnya : Kulit Ipuh, Daun Kering Nipah, Bahan Anyaman Pandan dan Purun.



 

 

 

 

 

 

 

 

 


2.     


Kelompok Hasil Hewan a. Hewan buru - Kelas Mamalia : Daging Babi hutan, Beruk (hidup), Biawak (hidup), Kancil (hidup), daging Babi varu dll - Kelas Reptilia : Kulit dan daging Ular Sanca, Buaya (hidup), Kulit ular piton, Kulit ular Cobra dll.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.Lebah, seperti yang selama ini dikenal baik sebagai serangga penghasil madu, merupakan salah satu hasil hutan yang diminati banyak masyarakat Indonesia. Rasanya yang manis dan khasiatnya yang tinggi membuat madu terkadang menjadi pilihan terbaik untuk menggantikan multivitamin. Tidak sedikit masyarakat sekitar hutan yang menjadikan lebah sebagai salah satu mata pencaharian mereka.

 Lebah menggunakan penyerbukan bunga untuk dapat menghasilkan madunya. Seperti cara penyerbukan pada umumnya, lebah yang membawa serbuk sari ke putik bunga akan mendapatkan nektar dari ekstrak bunga. Nektar ini nantinya akan diberikan kepada seluruh penghuni sarang lebah dari lebah pekerja untuk dimakan.

Madu yang baru dihasilkan dari nektar merupakan hasil madu yang paling baik. Sehingga, dalam pengambilan madu perlu juga diperhatikan waktu optimal lebah dalam menghasilkan madu. Waktu tersebut adalah ketika musim kemarau. 



Pada musim kemarau, madu yang dihasilkan lebah memiliki kualitas yang baik karena nektar yang baru saja menjadi madu memiliki kadar air yang tidak sebanyak saat musim hujan. Selain itu, pemanenan madu saat musim kemarau juga dianggap lebih aman dilakukan ketimbang saat musim hujan. Dalam pengambilan madu, terutama madu hutan, masyarakat biasa melakukannya dengan mengambil langsung dari sarangnya yang biasanya ada di pohon. Sehingga apabila pengambilan madu tetap dilakukan pada musim hujan, akan membahayakan keselamatan peternak lebah.