PEMANFAATAN BUAH JAMBU METE UTNTUK DIOLAH MENJADI SIRUP DAN ABON Tujuan utama
dari pemanfaatan buah mete yang selama ini dibuang ataupun untuk pakan
ternak. Disamping bijinya mete juga menghasilkan turunan yang sangat
bermanfaat. Adapun
turunan mete adalah: 1. Abon merupakan salah satu menu masakan khas
Indonesia yang disukai oleh bahan bakunya adalah daging sapi, daging ayam
ataupun ikan tuna, namun karena harga abon daging sapi dan abon ayam
emiliki harga yang tinggi sehingga sebagian masyarakat tidak mampu
membelinya. Untuk itu diperlukan alternative lain agar masyarakat bisa
mengkonsumsi abon dengan harga yang terjangkau, salah satu pilihanya adalah
komoditi buah jambu mete, selain harganya murah dan mudah didapat kandungan
gizi buah jambu mete juga banyak terdiri dari vitamin C yang 5 kali lebih
banyak dari buah jeruk, dan vitamin A. 1. Sirup mete
sangat bermanfaat untuk kesehatan 2. Menurunkan kolesterol 3. Mendukung kesehatan system mpencernaan 4. Menurunkan kadar gula darah 5. Menurunkan tekanan darah. Dan masih banyak lagi olahan buah mete. |
Dengan
diadakan pelatihan diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan buah mete yang
selama ini Cuma diambil bijinya dan dibuang buahnya ataupun untuk makanan
kambing. Sehingga hasil dari olahan buah mete dapat untuk menigkatakan penghasilan masyarakat |
Penyuluh Kehutanan
Selasa, 03 Desember 2024
PEMANFAATAN BUAH JAMBU METE UTNTUK DIOLAH MENJADI SIRUP DAN ABON
Rabu, 04 September 2024
KUNJUNGAN KERJA KCDK WILAYAH PACITAN DI KTH ARGO MUNGGU LESTARI
KUNJUNGAN KERJA KCDK WILAYAH PACITAN DI KTH ARGO MUNGGU LESTARI
KTH Argo Munggu Lestari mengembangkan kegiatan pembangunan kehutanan dengan prinsip hutan lestari masyarakat sejahtera.
Selain mengembangkan hutan rakyat dengan tanaman jati,mahoni,gamelina . Kegiatan rehabilitasi kanan kiri jalan melalui penanaman pohon, gerakan penghijauan pada lahan tidur/kosong, sumber air, dan larangan menembak satwa.
Disamping pengembangkan hutan rakyat juga melakukan Penanaman
tanaman produktif mangga,jambu
mete,alpukat dan kunyit dibawah tegakan.
Arahan
dair Bapak KCDK Wilayah Pacitan
1.
Peran serta Masyarakat dalam
pengelolaan hutan dibutuhkan penyuluhan,pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan.
2.
Pembinaan KTH yang dilaksanakan
secara berkesinambungan diarahkan pada upaya peningkatan kemampuna kelompok
dalam melaksanakan fungsinya sehingga mampu mengembangkan usaha agribisnis dan
menjadi organisasi petani yang produktif, mandiri, sejahtera dan berkelanjutan.
3.
Kelompok tani hutan sebagai media
pembelajaran masyarakat, meningkatkan kapasitas SDM, pemecahan permasalahan,
kerja sama dan gotong royong, pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran
hasil hutan serta peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan.
Pembinaan KTH dapat dilakukan oleh penyuluh kehutanan, atau instansi pembina KTH yang meliputi aspek kelola kelembagaan,kelola kawasan,kelola usaha dengan melihat prioritas kegiatan sesuai dengan kebutuhan KTH.
Bentuk pemberdayaan KTH melalui kegiatan –kegiatan sejauh ini sudah diupayakan dengan memberikan beragam fasilitas dari pemerintah .
Senin, 24 Juni 2024
SOSIALISASI PENYIAPAN dan PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL di WILAYAH KECAMATAN BUNGKAL
SOSIALISASI PENYIAPAN dan PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL di WILAYAH KECAMATAN BUNGKAL
Perhutanan Sosial adalah Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan keseimbangan lingkungan dan dinamika social budaya.
Kebijakan Umum Perhutanan Sosial di areal KHDPK :
PP.No.22 Thn. 2021 tentang penyelenggaraan Kehutanan
Pemerintah memberikan kewenangan kepada Perhutani untuk
mengelola sebagian Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Jatim Jateng,Jabar dan
Banten
Pemerintah menetapkan areal KHDPK pada sebagian Hutan
Lindung dan Hutan Produksi di
Jatim,Jateng, Jabar dan Banten yang bukan menjadi kewenangan Perhutani.
Diwilayah Kecamatan Bungkal terdapat lokasi KHDPK seluas
: 682,69 Ha, yang terbagi dibeberapa desa yaitu:
1.
Desa
Munggu seluas 442,90 Ha
2.
Desa
Pelem 168,61 Ha
3.
Desa
Kupuk 37,25 Ha
4.
Desa
Koripan 26,72 Ha
5.
Desa
Pager 3,61 Ha
6.
Desa
Nambak 3,60 Ha
Jumlah 682,69 Ha
Acara Sosialisasi dilaksanakan pada Tgl 20
Juni 2024 bertempat diBalai Koripan Kecamatan Bungkal dan dihadiri 25 orang
perwakilan dari desa yaitu
Desa Munggu 4
Orang,Desa Pelem 4 Orang,Desa Kupuk 4 Orang dan Desa Koripan 9 Orang
Hadir pula perwakilan dari Kecamatan
Bungkal 1 Orang, KPH Lawu 2 Orang dan dari CDK Wilayah Pacitan 6 Orang.
Dari hasil sosialisasi dapat
disimpukan pendampingan dan pengawalan terhadap proses dimaksud agar masyarakat
sekitar hutan dapat menyesuaikan dan mengikuti kebijakan serta aturan terbaru.
Oleh karena itu dukungan dari berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah agar
program bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Rabu, 17 April 2024
HASIL HUTAN BUKAN
KAYU dan NILAI EKONOMISNYA
Manfaat
hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu,
getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industri yang hasilnya
dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia.
Di Wilayah Kecamatan Bungkal banyak terdapat HHBK seperti empon-empon,madu,
buah, bambu
Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil
hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan
budidaya yang berasal dari hutan.
Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan bukan kayu
merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak rumah tangga
di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada hasil hutan
bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai sumber
pendapatan utama.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35 / Menhut-II/2007 Pasal 1 Ayat 3 Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani termasuk produk budidaya kecuali kayu yang asalnya dari hutan.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah sumber daya alam yang melimpah terutama di Indonesia sendiri, ditambah lagi prospek dari jenis hutan ini adalah sangat baik untuk dikembangkan
Selasa, 17 Oktober 2023
PENGOLAHAN TANAH DILAHAN KERING
PENGOLAHAN TANAH DILAHAN KERING
Pengertian pengolahan lahan kering
merupakan pengelolaan/pengolahan
lahan dengan menerapkan penggunaan air pada budidaya tanaman sepenuhnya pada
air hujan dan tidak terjadi genangan air dalam jangka waktu yang lama.
Sehingga, pengolahan lahan dapat
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengubah tanah dengan menggunakan alat
pertanian baik konvesional maupun modern sehingga memperoleh lahan pertanian
yang memiliki kandungan yang cocok dengan tanaman yang akan ditanam.
Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah
menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman
dengan usaha yang seminim mungkin.
Pengelolaan lahan kering
perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya semakin
meningkat sekaligus mendukung pemantapan ketahanan pangan.
Diwilayah kerja PK
Kec.Bungkal pengolahan tanah pada lahan kering ada 2 yaitu:
1.
Pengolahan tanah dengan system modern yaitu
menggunakan mesin hand traktor
Pengolahan tanah dengan menggunakan hand tractor dapat mengurangi biaya pengolahan tanah tetapi hasil olaha belum bisa maksimal sempurna karena masih harus menggunakan cangkul untuk membenahi drainase.
2. Pengolahan tanah manual dengan menggunakan ganco/cangkul
Pengolahan tanah dengan
menggunakan cangkul memakan biaya banyak karena dengan cara manual,dan hasil
olahan tanah juga bisa maksimal.
Sekarang ini pengolahan
lahan tidak dilakukan karena untuk
menekan biaya yaitu dengan melakukan penyemprotan mengguakan obat pembasmi
rumput.
Selain melakukan penggemburan, menjaga
kesuburan tanah juga dapat dilakukan dengan pengairan.
Pengairan secara rutin dapat menjaga kualitas unsur-unsur hara dalam tanah yang
memengaruhi kesuburan tanah. Teman-teman juga dianjurkan untuk memantau
pertumbuhan gulma pada tanah
Cara
Menjaga Kesuburan Tanah
1. Pemberian pupuk organik yang bahan-bahannya berasal langsung
dari alam.
2. Mengurangi penggunaan pestisida atau bahan kimia lain untuk
mengurangi risiko ketidaksuburan lahan.
3. Jangan membuang sampah sembarangan karena dapat mengganggu
keseimbangan unsur hara dalam lahan.
Dampak negatif yang
dapat ditimbulkan antara lain pemampatan atau pemadatan pada tanah,
berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang berkembangnya sistem perakaran
tanaman, penurunan kandungan bahan organik, kerusakan struktur dan agregat
Konservasi tanah adalah
melakukan perbaikan agar tanah dapat
kembali menjadi produktif. Dengan pemanfaatan konservasi lahan pertanian pada
lahan kering maka petani dapat memperoleh pengetahuan dan dapat memanfaatkan
tanaman-tanaman apa saja yang dapat ditanami pada lahan. Sehingga dapat meningkatkan pengdapatan petani dan keluarganya.
2.
Senin, 07 Agustus 2023
KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.
Berdasarkan
pola penyebaran dan tipe bahan bakar, kebakaran hutan dan lahan dapat
digolongkan ke dalam tiga tipe, yaitu: kebakaran bawah (ground fire), kebakaran
permukaan (surface fire), dan kebakaran tajuk (crown fire).
Tersebarnya asap dan emisi gas
Karbondioksida dan gas-gas lain ke udara juga akan berdampak pada pemanasan
global dan perubahan iklim. Kebakaran hutan mengakibatkan hutan menjadi
gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan,
hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.
Penyebab
terjadinya kebakaran hutan secara alami sebagai contohnya adalah
adanya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api yang
menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering yang
mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau percikan
api.
Kebakaran hutan telah terjadi di RPH Bungkal,Kecamatan Bungkal,Kabupaten
Ponorogo pada hari Sabtu tanggal 29 Juli 2023 jam 17. di petak 129 B
dan 130 G.
Dipetak
130 G
Luas
baku : 26,4 Ha
Kelas
Hutan : TKL
Jenis
Tanaman : Eucalyptus Alba
Tahun
tanaman : 1998
Waktu
kejadian
Hari : Sabtu
Tanggal : 29 Juli 2032
Pukul : 17.15 WIB
Taksiran
Kerugian : Rp 600.000
- Petak. : 129
B
- Luas Baku :
11,0 Ha
- Kelas Hutan :
TKL
- Jenis Tanaman
: Eucalyptus Alba
- Tahun Tanam :
2007
- RPH. : Bungkal
- BKPH :
Ponorogo Timur
2. Waktu
Kejadian:
- Hari. : Sabtu
- Tanggal : 29
Juli 2023
- Pukul.
: 21.30 WIB
Tasiran
kerugian : Rp.300.000,-
Kronologi
kebakaran hutan
Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh dua faktor utama
yaitu faktor
manusia dan faktor alami. Faktor alami misalnya pengaruh El-Nino yang
menyebabkan kemarau panjang sehingga tanaman menjadi kering dan mudah terbakar.
selain faktor cuaca, kebakaran hutan juga disebabkan
oleh pembakaran
hutan oleh peladang. BANTU KAMPANYE PENYELAMATAN HUTAN INDONESIA
agar hutan kita tetap lestari. Membiarkan api yang tidak terawasi, seperti
misalnya puntung rokok yang dibuang sembarangan atau api unggun yang
ditinggalkan saat masih menyala.
DAMPAK KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran hutan yang tak terkendali dapat menyebabkan hilangnya habitat makhluk hidup. Kebakaran hutan dapat menghanguskan vegetasi dan berbagai tempat bersarang hewan, membuat hewan dan tumbuhan kehilangan habitatnya.
DAMPAK
POSITIF KEBAKARAN HUTAN
Dampak positif kebakaran hutan ialah: Menyuburkan lahan. Jika
kebakaran terjadi di tanah gambut, dapat mengurangi atau menurunkan keasaman.
Membunuh penyakit tanaman dan membersihkan fondasi tanah dari tanaman
pengganggu
Senin, 10 Juli 2023
PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN (HHBK) PEMBUATAN SANGKAR BURUNG
PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) PEMBUATAN SANGKAR BURUNG
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35 / Menhut-II/2007 Pasal 1 Ayat 3 Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani termasuk produk budidaya kecuali kayu yang asalnya dari hutan.
Sedangkan menurut UU Nomor
41, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati, dan turunan nya serta
jasa yang berasal dari hutan. Hasil hutan dimaksud terdiri dari:
Hasil nabati dengan turunan antara lain kayu,
rotan, rumput-rumputan, tanaman obat, bambu, jamur, getah, hingga hasil
tumbuhan; Hasil hewani dengan turunannya meliputi satwa liar dan hasil
penangkaran, satwa elok, satwa buru, hingga bagian yang dihasilkan oleh
hewan-hewan di hutan; Benda non hayati dalam aspek ekologi adalah kesatuan
ekosistem beserta organ hayati penyusun hutan yang meliputi air, udara bersih
hingga barang lain namun tidak termasuk barang tambang; Jasa yang di
dapat dari hutan seperti jasa wisata, jasa keunikan dan keindahan, jasa
perburuan serta jasa lain nya; Hasil produksi yang di dapat dari hasil
pengolahan bahan mentah yang asal nya dari hutan, yang merupakan produksi
primer seperti kayu bulat, kayu gergaji, kayu lapis serta pulp.
Di Desa Kalisat,Kecamatan Bungkal terdapat industry pengrajin sangkar burung
skala rumahan. Bahkan usaha pengrajin sangkar burung ini merupakan usaha turun
temurun.Industri rumah tangga ini mampu menjadi solusi untuk masyarakat dengan
cara melibatkan diri sebagai langkah transformasi non pertanian guna meningkatkan dan memenuhi
kebutuhan keluarga. Home industry merupakan lapangan pekeraan yang tidak
memerlukan pendidikan tinggi dan modal yang besar. Home industry yang paling
banyak diminati adalah industry kerajinan. Salah satunya yaitu industry sangkar
burung. Proses produksi merupakan salah satu bentuk kegiatan yang penting dan
sangat menentukan jalannya industry secara keseluruhan. Dalam 1 (satu) hari dapat menghasilkan 2-3
sangkar burung, dengan harga Rp 40.000 - 45.000,-/sangkar Cat polos Kelangsungan
proses produksi sangat dipengaruhi oleh kelancaran bahan baku. Bahan baku yang
digunakan untuk proses produksi sangkar burung sangat mudah didapat di daerah
Bungkal, Yaitu Bambu,Kayu sengon, dan rotan.
Pemasaran produk sangkar burung meliputi daerah Ponorogo, Madiun, Trenggalek,
Tulungagung, Pacitan, Solo, Jogyakarta, Semarang dan Bali.. Kondisi sulit dialami
oleh para pengrajin sangkar burung selama pandemi, hal tersebut dikarenakan omset
yang menurun. Penurunan omset selama pandemic dipengaruhi oleh menurunnya roda ekonomi
pada masyarakat saat pandemi. Kondisi saat ini berangsur-angsur membaik setelah
3 (tiga) tahun. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan minat beli para
konsumen.
Sekarang pemasaran sangkar burung sudah mulai membaik, sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat bahkan dapat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah anak.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik
nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang
berasal dari hutan ( Permenhut No.35 Tahun 2007). Pengertian lainnya dari hasil
hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang
diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil
sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa
tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan
lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan
tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa
tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama
sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.
Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen
penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk,
hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan
kayu. Banyak rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya
terutama pada hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem)
dan atau sebagai sumber pendapatan utama.