Rabu, 04 September 2024

KUNJUNGAN KERJA KCDK WILAYAH PACITAN DI KTH ARGO MUNGGU LESTARI

 KUNJUNGAN KERJA KCDK WILAYAH PACITAN DI KTH ARGO MUNGGU LESTARI

KTH Argo Munggu Lestari mengembangkan kegiatan pembangunan kehutanan dengan prinsip hutan lestari masyarakat sejahtera. 

Selain mengembangkan hutan rakyat dengan tanaman jati,mahoni,gamelina . Kegiatan rehabilitasi kanan kiri jalan melalui penanaman pohon, gerakan penghijauan pada lahan tidur/kosong, sumber air, dan larangan menembak satwa.

Disamping pengembangkan hutan rakyat juga melakukan Penanaman tanaman produktif  mangga,jambu mete,alpukat dan kunyit dibawah tegakan.

Arahan dair Bapak KCDK Wilayah Pacitan

1.    Peran serta Masyarakat dalam pengelolaan hutan dibutuhkan penyuluhan,pendampingan  dan pembinaan yang berkelanjutan.

2.    Pembinaan KTH yang dilaksanakan secara berkesinambungan diarahkan pada upaya peningkatan kemampuna kelompok dalam melaksanakan fungsinya sehingga mampu mengembangkan usaha agribisnis dan menjadi organisasi petani yang produktif, mandiri,  sejahtera dan berkelanjutan.

3.    Kelompok tani hutan sebagai media pembelajaran masyarakat, meningkatkan kapasitas SDM, pemecahan permasalahan, kerja sama dan gotong royong, pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil hutan serta peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan. 


Pembinaan KTH dapat dilakukan oleh penyuluh kehutanan, atau instansi pembina KTH  yang meliputi aspek kelola kelembagaan,kelola kawasan,kelola usaha dengan melihat prioritas kegiatan sesuai dengan kebutuhan KTH.
Bentuk pemberdayaan KTH melalui kegiatan –kegiatan sejauh ini sudah diupayakan dengan memberikan beragam fasilitas  dari pemerintah .




Senin, 24 Juni 2024

SOSIALISASI PENYIAPAN dan PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL di WILAYAH KECAMATAN BUNGKAL

 

SOSIALISASI PENYIAPAN dan PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL di WILAYAH KECAMATAN BUNGKAL



Perhutanan Sosial adalah Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan keseimbangan lingkungan dan dinamika social budaya.

Kebijakan Umum Perhutanan Sosial di areal KHDPK :

PP.No.22 Thn. 2021 tentang penyelenggaraan Kehutanan

Pemerintah memberikan kewenangan kepada Perhutani untuk mengelola sebagian Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Jatim Jateng,Jabar dan Banten

Pemerintah menetapkan areal KHDPK pada sebagian Hutan Lindung dan Hutan Produksi  di Jatim,Jateng, Jabar dan Banten yang bukan menjadi kewenangan Perhutani.

Diwilayah Kecamatan Bungkal terdapat lokasi KHDPK seluas : 682,69 Ha, yang terbagi dibeberapa desa yaitu:

1.    Desa Munggu seluas     442,90  Ha

2.    Desa Pelem                    168,61 Ha

3.    Desa Kupuk                     37,25 Ha

4.    Desa Koripan                   26,72 Ha

5.    Desa Pager                         3,61  Ha

6.    Desa Nambak                    3,60  Ha

Jumlah                           682,69 Ha

Acara Sosialisasi dilaksanakan pada Tgl 20 Juni 2024 bertempat diBalai Koripan Kecamatan Bungkal dan dihadiri 25 orang perwakilan dari desa yaitu

 Desa Munggu 4 Orang,Desa Pelem 4 Orang,Desa Kupuk 4 Orang dan Desa Koripan 9 Orang

Hadir pula perwakilan dari Kecamatan Bungkal 1 Orang, KPH Lawu 2 Orang dan dari CDK Wilayah Pacitan 6 Orang.

Dari hasil sosialisasi dapat disimpukan pendampingan dan pengawalan terhadap proses dimaksud agar masyarakat sekitar hutan dapat menyesuaikan dan mengikuti kebijakan serta aturan terbaru. Oleh karena itu dukungan dari berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah agar program bisa berjalan dengan baik dan lancar.







Rabu, 17 April 2024

 

HASIL HUTAN BUKAN KAYU dan NILAI EKONOMISNYA


Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industri yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia.

 

Di Wilayah Kecamatan Bungkal banyak terdapat HHBK seperti empon-empon,madu, buah, bambu

Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya yang berasal dari hutan.

Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai sumber pendapatan utama.

 

 


Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35 / Menhut-II/2007 Pasal 1 Ayat 3 Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani termasuk produk budidaya kecuali kayu yang asalnya dari hutan.

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah sumber daya alam yang melimpah terutama di Indonesia sendiri, ditambah lagi prospek dari jenis hutan ini adalah sangat baik untuk dikembangkan


 

 

 

 

Selasa, 17 Oktober 2023

PENGOLAHAN TANAH DILAHAN KERING

 PENGOLAHAN TANAH DILAHAN KERING

       Pengertian pengolahan lahan kering merupakan pengelolaan/pengolahan lahan dengan menerapkan penggunaan air pada budidaya tanaman sepenuhnya pada air hujan dan tidak terjadi genangan air dalam jangka waktu yang lama.

 

Sehingga, pengolahan lahan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengubah tanah dengan menggunakan alat pertanian baik konvesional maupun modern sehingga memperoleh lahan pertanian yang memiliki kandungan yang cocok dengan tanaman yang akan ditanam.

Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang seminim mungkin.

Pengelolaan lahan kering perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya semakin meningkat sekaligus mendukung pemantapan ketahanan pangan.

Diwilayah kerja PK Kec.Bungkal pengolahan tanah pada lahan kering ada 2 yaitu:

1.    Pengolahan tanah dengan system modern yaitu menggunakan mesin hand traktor

       

Pengolahan tanah dengan menggunakan hand tractor dapat mengurangi biaya pengolahan tanah tetapi hasil olaha belum bisa maksimal sempurna karena masih harus menggunakan cangkul untuk membenahi drainase.

2.    Pengolahan tanah manual dengan menggunakan ganco/cangkul

Pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul memakan biaya banyak karena dengan cara manual,dan hasil olahan tanah juga bisa maksimal.

Sekarang ini pengolahan lahan tidak  dilakukan karena untuk menekan biaya yaitu dengan melakukan penyemprotan mengguakan obat pembasmi rumput.

Selain melakukan penggemburan, menjaga kesuburan tanah juga dapat dilakukan dengan pengairan. Pengairan secara rutin dapat menjaga kualitas unsur-unsur hara dalam tanah yang memengaruhi kesuburan tanah. Teman-teman juga dianjurkan untuk memantau pertumbuhan gulma pada tanah

Cara Menjaga Kesuburan Tanah

1.    Pemberian pupuk organik yang bahan-bahannya berasal langsung dari alam.

2.    Mengurangi penggunaan pestisida atau bahan kimia lain untuk mengurangi risiko ketidaksuburan lahan.

3.    Jangan membuang sampah sembarangan karena dapat mengganggu keseimbangan unsur hara dalam lahan.

 

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain pemampatan atau pemadatan pada tanah, berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang berkembangnya sistem perakaran tanaman, penurunan kandungan bahan organik, kerusakan struktur dan agregat

Konservasi tanah adalah melakukan perbaikan agar tanah  dapat kembali menjadi produktif. Dengan pemanfaatan konservasi lahan pertanian pada lahan kering maka petani dapat memperoleh pengetahuan dan dapat memanfaatkan tanaman-tanaman apa saja yang dapat ditanami pada lahan. Sehingga dapat meningkatkan pengdapatan petani dan keluarganya.

 

 





2.    


 

Senin, 07 Agustus 2023

 

KEBAKARAN HUTAN



Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.

        Berdasarkan pola penyebaran dan tipe bahan bakar, kebakaran hutan dan lahan dapat digolongkan ke dalam tiga tipe, yaitu: kebakaran bawah (ground fire), kebakaran permukaan (surface fire), dan kebakaran tajuk (crown fire).

        Tersebarnya asap dan emisi gas Karbondioksida dan gas-gas lain ke udara juga akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim. Kebakaran hutan mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan, hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.



        Penyebab terjadinya kebakaran hutan secara alami sebagai contohnya adalah adanya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering yang mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau percikan api.

        Kebakaran hutan  telah terjadi di RPH Bungkal,Kecamatan Bungkal,Kabupaten Ponorogo  pada hari Sabtu  tanggal 29 Juli 2023 jam 17. di petak 129 B dan 130 G.

Dipetak 130 G

Luas baku : 26,4 Ha

Kelas Hutan : TKL

Jenis Tanaman : Eucalyptus Alba

Tahun tanaman : 1998

Waktu kejadian

Hari          : Sabtu

Tanggal   : 29 Juli 2032

Pukul       : 17.15 WIB

Taksiran Kerugian : Rp 600.000

- Petak.     : 129 B

- Luas Baku : 11,0 Ha

- Kelas Hutan : TKL

- Jenis Tanaman : Eucalyptus Alba

- Tahun Tanam : 2007

- RPH.  : Bungkal

- BKPH : Ponorogo Timur

2. Waktu Kejadian:

- Hari.       : Sabtu

- Tanggal : 29 Juli 2023

-  Pukul.   : 21.30 WIB

Tasiran kerugian  : Rp.300.000,-

Kronologi kebakaran hutan

Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor manusia dan faktor alami. Faktor alami misalnya pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang sehingga tanaman menjadi kering dan mudah terbakar.

selain faktor cuaca, kebakaran hutan juga disebabkan oleh pembakaran hutan oleh peladang. BANTU KAMPANYE PENYELAMATAN HUTAN INDONESIA agar hutan kita tetap lestari. Membiarkan api yang tidak terawasi, seperti misalnya puntung rokok yang dibuang sembarangan atau api unggun yang ditinggalkan saat masih menyala.

 


DAMPAK KEBAKARAN HUTAN

Kebakaran hutan yang tak terkendali dapat menyebabkan hilangnya habitat makhluk hidup. Kebakaran hutan dapat menghanguskan vegetasi dan berbagai tempat bersarang hewan, membuat hewan dan tumbuhan kehilangan habitatnya.

DAMPAK POSITIF KEBAKARAN HUTAN

Dampak positif kebakaran hutan ialah: Menyuburkan lahan. Jika kebakaran terjadi di tanah gambut, dapat mengurangi atau menurunkan keasaman. Membunuh penyakit tanaman dan membersihkan fondasi tanah dari tanaman pengganggu

 

 

 

Senin, 10 Juli 2023

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN (HHBK) PEMBUATAN SANGKAR BURUNG

 PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) PEMBUATAN SANGKAR BURUNG


Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35 / Menhut-II/2007 Pasal 1 Ayat 3 Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani termasuk produk budidaya kecuali kayu yang asalnya dari hutan. 

        Sedangkan menurut UU Nomor 41, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati, dan turunan nya serta jasa yang berasal dari hutan. Hasil hutan dimaksud terdiri dari:
Hasil nabati dengan turunan antara lain kayu, rotan, rumput-rumputan, tanaman obat, bambu, jamur, getah, hingga hasil tumbuhan;  Hasil hewani dengan turunannya meliputi satwa liar dan hasil penangkaran, satwa elok, satwa buru, hingga bagian yang dihasilkan oleh hewan-hewan di hutan;  Benda non hayati dalam aspek ekologi adalah kesatuan ekosistem beserta organ hayati penyusun hutan yang meliputi air, udara bersih hingga barang lain namun tidak termasuk barang tambang;  Jasa yang di dapat dari hutan seperti jasa wisata, jasa keunikan dan keindahan, jasa perburuan serta jasa lain nya;  Hasil produksi yang di dapat dari hasil pengolahan bahan mentah yang asal nya dari hutan, yang merupakan produksi primer seperti kayu bulat, kayu gergaji, kayu lapis serta pulp.


       Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Di Desa Kalisat,Kecamatan Bungkal  terdapat industry pengrajin sangkar burung skala rumahan. Bahkan usaha pengrajin sangkar burung ini merupakan usaha turun temurun.Industri rumah tangga ini mampu menjadi solusi untuk masyarakat dengan cara melibatkan diri sebagai langkah transformasi  non pertanian guna meningkatkan dan memenuhi kebutuhan keluarga. Home industry merupakan lapangan pekeraan yang tidak memerlukan pendidikan tinggi dan modal yang besar. Home industry yang paling banyak diminati adalah industry kerajinan. Salah satunya yaitu industry sangkar burung. Proses produksi merupakan salah satu bentuk kegiatan yang penting dan sangat menentukan jalannya industry secara keseluruhan.  Dalam 1 (satu) hari dapat menghasilkan 2-3 sangkar burung, dengan harga Rp 40.000 - 45.000,-/sangkar Cat polos Kelangsungan proses produksi sangat dipengaruhi oleh kelancaran bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi sangkar burung sangat mudah didapat di daerah Bungkal, Yaitu Bambu,Kayu sengon, dan rotan.

Pemasaran produk sangkar burung  meliputi daerah Ponorogo, Madiun, Trenggalek, Tulungagung, Pacitan, Solo, Jogyakarta, Semarang dan Bali.. Kondisi sulit dialami oleh para pengrajin sangkar burung selama pandemi, hal tersebut dikarenakan omset yang menurun. Penurunan omset selama pandemic dipengaruhi oleh menurunnya roda ekonomi pada masyarakat saat pandemi. Kondisi saat ini berangsur-angsur membaik setelah 3 (tiga) tahun. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan minat beli para konsumen.

Sekarang pemasaran sangkar burung sudah mulai membaik, sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat bahkan dapat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah anak.



Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan ( Permenhut No.35 Tahun 2007). Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.



Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai sumber pendapatan utama.


Jumat, 16 Juni 2023

Penyelesaian Pengusaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan( PPTPKH )

 

Penyelesaian Pengusaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan( PPTPKH )


Dalam rangka melaksanakan tahapan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Pemerintah kabupaten ponorogo  Tahun 2023 membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan Tanah dalam Kawasan Hutan.

         Dalam koordinasi  dihadirkan  perwakilan dari 11 kecamatan dan 33 kepala desa, yaitu Kec. Sukorejo, Ngebel, Pulung, Sambit, Sampung, Slahung, Pudak, Bungkal, Badegan, Sawoo, dan Sooko, bertempat diruang rapat aula lantai II Bappeda Litbang Kabupaten Ponorogo.

Koordinasi Penyerahan Usulan PPTPKH sesuai formulir permohonan dan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021.

Kawasan hutan yang telah diusahai dan dikuasai masyarakat menjadi area pertanian dan perkebunan,bahkan sudah ada yang menjadi pemukiman termasuk fasitias umum. Dan ini merupakan permasalahan  bersar yang harus diselesaikan.


Tujuannya:

         Memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat yang menguasai dan memanfaatkan tanah di dalam kawasan hutan.

Tim Percepatan PPTPKH mempunyai tugas:

a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan penyelesaian    penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

b. menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam nyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan;

c. menetapkan luas maksimum bidang tanah yang dapat dilakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan;

d. menetapkan mekanisme resettlement;

e. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; dan

f. melakukan fasilitasi penyediaan anggaran dalam pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

Sementara itu dalam rangka melakukan inventarisasi dan verifikasi bentuk Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut Tim Inver PTKH.


                             


Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud,  mempunyai tugas:

a. menerima pendaftaran permohonan inventarisasi dan verifikasi secara    kolektif yang diajukan melalui bupati/walikota;

b. melaksanakan pendataan lapangan;

c. melakukan analisis:

d. merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil analisis.

Selanjutnya, keputusan perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, menjadi  dasar penerbitan sertifikat hak atas tanah yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk tahapan prosedur penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

Di Desa Koripan, Kec.Bungkal, Kab.Ponorogo , Jawa Timur telah dilaksanakan Inventarisasi dan Verifikasi penyelesaian Pengusaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan sebadai berikut:

1.    Luas tanah yang diajukan 5.551 m3 (perkiraan)

2.    Jumlah Bidang 24 Bidang

3.    Jumlah pemohon 24 Orang

Sebagai kelengkapan permohonan  dilampirkan :

1.    Rekapitulasi daftar pemohon.

2.    Sketsa kolektif tanah yang menggambarkan perkiraan posisi tanah yang dimohon.

3.    Fotocopy identitas peomohon (KTP, atau surat keterangan domisili).

4.    Surat Pernyataan Penguasaan fisik Bidang Tanah (SP2FBT)

5.    Fakta intergritas.



HASIL DAN PEMBAHASAN

 

            Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor.7 Tahun 2021 memuat pengaturan sebagai berikut : (1). Objek penyelesaian penguasaan kawasan hutan yang dapat dilakukan penyelesaian penguasaan tanah merupakan kawasan hutan pada tahap penunjukan kawasan hutan (hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi). (2). Jenis penguasaan tanah yang dapat diselesaikan terdiri dari : permukiman, fasilitas umum/sosial,lahan garapan dan hutan yang dikelola masyarakat hukum adat. (3). Pemohon bisa dilakukan oleh : perorangan, instansi, badan sosial/keagamaan dan masyarakat hukum adat, yang disampaikan secara kolektif kepada Bupati/Walikota untuk diterukan kepada Tim Inver PPTPKH. (4). Pola penyelesaian dengan cara : mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; tukar menukar kawasan hutan; memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial atau; melakukan resettlement. (5). Tahapan penyelesaian melalui : inventarisasi, verifikasi, penetapan pola penyelesaian dan penertiban sertifikat hak atas tanah

Menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat yang menguasai/memanfaatkan bidang tanah dalam kawasan hutan. Masyarakat yang menguasai tanah di kawasan hutan akan diberikan hak milik, apabila memenuhi kriteria, yaitu 1. Tanah telah dimanfaatkan dengan baik, 2. Bidang tanah bukan merupakan obyek gugatan/sengketa, 3. Adanya pengakuan oleh adat ataupun kepala desa/kelurahan dengan saksi yang dapat dipercaya. kawasan hutan dan program perhutanan sosial mendorong masyarakat adil makmur berkelanjutan, tanpa konflik, ramah lingkungan, dan memiliki kemandirian ekonomi.                           


KESIMPULAN

Dalam rangka percepatan penyelesaian permasalahan penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Pemerintah Kabupaten Ponorogo menggelar sosialisasi inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Pertambahan penduduk yang terjadi secara eksponensial menambah tingginya tekanan terhadap kawasan hutan.

Pemerintahan  menyampaikan bahwa ini merupakan kesempatan yang harus dimnafaatkan dengan baik oleh masyarakat, karena hanya dengan melakukan permohonan kepada PPTKH, masyarakat yang berada di kawasan hutan akan mendapatkan sertifikat.