Senin, 15 November 2021

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY JAMBU METE DI SELA TANAMAN JATI

 

PENDAHULUAN 

            Salah satu masalah yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah pesatnya pertambahan penduduk sehingga kebutuhan akan pangan maupun kebutuhan lainnya juga turut bertambah. Dilain pihak jumlah lahan yang dapat memproduksi pangan sangat terbatas oleh akibat banyaknya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman atau perumahan.

Berbagai usaha  yang telah ditempuh oleh  pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Namun keterbatasan teknologi serta pengetahuan bagi para petani mengakibatkan penggunaan sumberdaya alam tersebut bahkan menimbulkan lahan-lahan kritis.

Melihat keadaan tersebut pemerintah mengambil berbagai kebijaksanaan meningkatkan hasil pangan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Namun pada kenyataannya jumlah lahan kritis setiap tahun semakin bertambah sehingga perlu upaya penanggulangan diantaranya melalui usaha reboisasi dan penghijauan. Bahkan saat sekarang dikembangkan suatu system tata guna lahan dengan penanaman secara bersama antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang dikenal dengan system agroforestry.

Tujuan utama dari system agroforestry adalah untuk memperbaiki serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui usaha peningkatan produksi bahan makanan maupun peningkatan pendapatan penduduk yang diarahkan kepada penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan, tanah, dan air. Untuk itu perlu pemilihan tanaman yang baik dan tepat sesuai dengan keadaan setempat dimana diharapkan dapat memberikan keuntungan dan nilai tambah kepada para petani.

Tanaman jati (Tectona grandis) dan Jambu mete (Anacardium occidentale Linn) adalah  jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman campuran antara tanaman keras dengan tanaman produtif karena disamping sifatnya yang dapat memulihkan kondisi kesuburan tanah juga pencegah erosi pada tanah-tanah gundul atau kritis. Disamping itu sifatnya yang lain adalah tahan terhadap kekeringan juga pemeliharaan mudah dan sederhana serta pertumbuhannya relatif singkat sudah dapat memenuhi fungsi dan peranannya sebagai tanaman penghijauan (Djarijah,dkk, 1994). Lebih lanjut Sumartono  (1994) mengemukakan bahwa tanaman jati dan jambu mete tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi serta dapat hidup pada tanah-tanah yang kurang subur dan kekurangan hara. Tanaman jati dan jambu mete mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi oleh karena kayu jati harga kayunya sangat tinggi dan buah jambu buahnya dapat dikonsumsi disamping bijinya mengandung gizi yang tinggi sedangkan buah semunya banyak mengandung vitamin C, B1 dan B2. Kulit bijinya mengandung cairan CNSL yang berguna untuk bahan pembuat cat. Sehubungan dengan  hal tersebut maka perlu  dikembangkan tanaman jambu mete

II. PERKEMBANGAN AGROFORESTRY

Di KTH Argo Munggu Lestari Desa Munggu ,Kecamatan Bungkal, Kabupate Ponorogo sedang dikembangkan tanaman jambu mete di sela tanaman jati dengan system agroforestry  tumpangsari.

 Sistem agroforestry merupakan sistem yang relatif baru untuk rangkaian kegiatan yang telah dikenal sejak lama dan konsep agroforestry telah memperoleh pengakuan secara internasional dalam memanfaatkan lahan dan telah mengalami berbagai kesukaran dan dalam waktu yang lama sebelum dapat diterima di kalangan ilmuwan baik sebagai suatu nama maupun sebagai suatu konsep.

Istilah agroforestry meliputi berbagai macam sistem pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan kehutanan dan pertanian atau penggembalaan pada lahan sama. Agroforestry diarahkan pada penyelesaian masalah pengembangan pedesaan, utamanya pada daerah tropis, dengan:

-         Meningkatkan dan memperbaiki hasil produksi

-         Menjaga penyediaan energi lokal

-         Produksi kayu dan berbagai bahan mentah lainnya bagi kebutuhan petani itu sendiri, untuk industri, dan jika mungkin untuk di ekspor

-         Perlindungan dan perbaikan potensi produksi pada lahan dan lingkungan yang tersedia; meningkatkan daya dukung ekologi manusia;

-         Menjaga kelestarian melalui intensifikasi pemanfaatan lahan yang tepat

-         Memperbaiki kondisi sosial ekonomi di daerah pedesaan dengan menciptakan lapangan kerja, pendapatan dan mengurangi resiko;

-         Pengembangan sistem pemanfaatan lahan yang mengoptimalkan penggunaan teknologi modern dan pengalaman tradisional setempat sesuai dengan budaya dan kehidupan masyarakat yang dimaksud.

Dalam kaitannya dengan penggunaan lahan, sebaiknya sistem agroforestry dilaksanakan di daerah dengan kondisi topografi yang miring, dengan tingkat kesuburan yang rendah. Dengan melaksanakan system agroforestry di daerah tersebut tidak saja mengatasi erosi akan tetapi juga menjamin tersedianya pangan, kayu bakar dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Satjapradja, 1981). Selanjunya dikemukakan bahwa untuk pengembangan agroforestry, agar tidak mengkonversi hutan alam yang masih  baik akan tetapi lebih difokuskan pada rehabilitasi tanah-tanah kritis.

1.      Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn)

      a.  Asal dan penyebaran

Jambu mete berasal dari Amerika Selatan yakni dari daerah Brazzilia bagian Timur Laut pada daerah lembah sungai Amazone. Tanaman ini dimasukkan ke Indonesia pada abad XVI, namun belum berperan sebagai tanaman komersil (Abdullah, 1985).

            Menurut Rismunandar (1986) bahwa tanaman jambu mete kini telah menyebar ke negara-negara yang beriklim tropis dan merupakan tanaman kosmopolit. Sedangkan di Indonesia tersebar di daerah Jawa dan Madura.

            b. Morfologi

                        Sistem perakaran tanaman jambu mete terdiri atas akar tunggang dan beberapa akar yang tumbuhnya mendatar ke samping, sedang akar-akar disekitar akar tunggang yang tumbuhnya vertikal ke bawah, sehingga memungkinkan tanaman dapat berdiri kokoh di atas tanah tempat tumbuhnya. Sistem perakaran dan  luas daerah pertumbuhannya yang menyebar tersebut menjamin pertumbuhan dan perkembangan tanaman sekalipun tumbuh di daerah kering. Namun pertumbuhannya menjadi kurang baik apabila aerasi jelek.

                        Tanaman jambu mete termasuk tanaman pohon. Percabangan relatif dibentuk dekat permukaan tanah dengan habitus agak menyebar, sehingga menyerupai bentuk semak. Tinggi pohon mete dapat mencapai 10 – 12.

            d. Syarat Tumbuh

                        Tanaman jambu mete dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dengan curah hujan 500 mm setahun bahkan curah hujan 3000 - 4000 mm setahun, asal drainasenya baik (Djarijah dan Mahedalswara, 1994).      Dan menurut Sumartono (1983) tanaman jambu mete lebih menyukai suhu tinggi dan dapat mentolerir suhu udara yang lebih tinggi dari 30°C dan rendah rata-rata 20°C dengan curah hujan terendah hingga tinggi.

                        Umumnya tanaman jambu mete dapat tumbuh dan menghasilkan .hampir pada semua jenis tanah kecuali tanah-tanah lempung, tanah-tanah yang mengandung lapisan garam dan tanah-tanah dengan drainase buruk. Tanaman jambu mete juga dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat dengan kedalaman air tanah mencapai 10 m. tanah gembur mengandung pasir dan air tidak tergenang adalah tempat tumbuh terbaik bagi jambu mete.

Dengan penerapan pola agroforestry terhadap kedua tanaman di atas dapat digamparkan bahwa penanaman tumpangsari dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan jambu mete karena selain menekan pertumbuhan gulma yang sangat memberikan pengaruh terhadap persaingan penyerapan unsur hara. Disamping itu tanaman jati dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung dengan perakaran yang dalam mampu mencegah terjadinya evaporasi yang berlebihan sehingga lebih memungkinkan tersedianya air dalam tanah yang merupakan faktor penting dalam mekanisme penyerapan hara dimana akar lebih banyak mengabsorbsi  hara dalam suasana lembab dari pada bila akar tumbuh dalam suasana kering.

Menurut Yuhaeni dkk (1983) bahwa unsure nitrogen sangat kuat pengaruhnya dalam fase-fase pertumbuhan tanaman karena unsure nitrogen berfungsi didalam sintesa protein yang merupakan unsure pembangun protoplasma dalam pembentukan organ-organ tanaman. Dengan bertambahnya unsur-unsur nitrogen maka pertumbuhan  dan perkembangan tanaman akan menjadi lebih baik sehingga tanaman cenderung membentuk daun yang lebar serta batang yang lebih besar dan tanaman semakin tinggi.


TANAMAN JATI

            Merupakan pohon yang menghasilkan kayu berkualitas tinggi. Pohon jati ini memiliki kayu yang kuat dan awet untuk membuat furniture. Kayu dari pohon jati merupakan kayu berkualitas tinggi dan dihasilkan dari pohon yang berumur lebih dari 80 tahun. Pohon jati dapat tumbuh hingga ratusan tahun, di Indonesia pohon jati terbesar dan tertua yaitu pohon 'Jati Denok' yang tumbuh di Blora, Jawa Tengah.
Pohon jati terdiri dari beberapa bagian yang memiliki manfaat sebagai berikut:
Daun jati dapat dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati akan terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi pecel yang terkenal dari Ponorogo. Selain itu daun jati juga banyak digunakan di gunakan sebagai pembungkus .tempe
Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya.
Kayu jati dimanfaatkan untuk membangun rumah dan juga alat pertanian. Kayu jati pada masa perang juga digunakan untuk membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Saat ini kayu jati digunakan sebagai furnitur.

Kesimpulan

            Dari hasil uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola pengembangan tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn)  dengan tanaman Jati (Tectona Grandis) yang merupakan salah satu bahan  industri dapat  dilakukan dengan mengetahui sifat-sifat pertumbuhan masing-masing tanaman. Dengan demikian nilai produksi dari suatu lahan yang kondusif dapat ditingkatkan secara ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar